Minggu, 31 Mei 2009

Population and the Environment: The Global Challenge

As the century begins, natural resources are under increasing pressure, threatening public health and development. Water shortages, soil exhaustion, loss of forests, air and water pollution, and degradation of coastlines afflict many areas. As the world’s population grows, improving living standards without destroying the environment is a global challenge.

Most developed economies currently consume resources much faster than they can regenerate. Most developing countries with rapid population growth face the urgent need to improve living standards. As we humans exploit nature to meet present needs, are we destroying resources needed for the future?

Environment getting worse

In the past decade in every environmental sector, conditions have either failed to improve, or they are worsening:

  • Public health:
    Unclean water, along with poor sanitation, kills over 12 million people each year, most in developing countries. Air pollution kills nearly 3 million more. Heavy metals and other contaminants also cause widespread health problems.
  • Food supply:
    Will there be enough food to go around? In 64 of 105 developing countries studied by the UN Food and Agriculture Organization, the population has been growing faster than food supplies. Population pressures have degraded some 2 billion hectares of arable land — an area the size of Canada and the U.S.

  • Freshwater:
    The supply of freshwater is finite, but demand is soaring as population grows and use per capita rises. By 2025, when world population is projected to be 8 billion, 48 countries containing 3 billion people will face shortages.

  • Coastlines and oceans:
    Half of all coastal ecosystems are pressured by high population densities and urban development. A tide of pollution is rising in the world’s seas. Ocean fisheries are being overexploited, and fish catches are down.

  • Forests:
    Nearly half of the world’s original forest cover has been lost, and each year another 16 million hectares are cut, bulldozed, or burned. Forests provide over US$400 billion to the world economy annually and are vital to maintaining healthy ecosystems. Yet, current demand for forest products may exceed the limit of sustainable consumption by 25%.
  • Biodiversity:
    The earth’s biological diversity is crucial to the continued vitality of agriculture and medicine — and perhaps even to life on earth itself. Yet human activities are pushing many thousands of plant and animal species into extinction. Two of every three species is estimated to be in decline.

  • Global climate change:
    The earth’s surface is warming due to greenhouse gas emissions, largely from burning fossil fuels. If the global temperature rises as projected, sea levels would rise by several meters, causing widespread flooding. Global warming also could cause droughts and disrupt agriculture.

Toward a livable future

How people preserve or abuse the environment could largely determine whether living standards improve or deteriorate. Growing human numbers, urban expansion, and resource exploitation do not bode well for the future. Without practicing sustainable development, humanity faces a deteriorating environment and may even invite ecological disaster.

  • Taking action:
    Many steps toward sustainability can be taken today. These include: using energy more efficiently, managing cities better, phasing out subsidies that encourage waste, [etc.]
  • Stabilizing population:
    While population growth has slowed, the absolute number of people continues to increase — by about 1 billion every 13 years. Slowing population growth would help improve living standards and would buy time to protect natural resources. In the long run, to sustain higher living standards, world population size must stabilize.If every country made a commitment to population stabilization and resource conservation, the world would be better able to meet the challenges of sustainable development. Practicing sustainable development requires a combination of wise public investment, effective natural resource management, cleaner agricultural and industrial technologies, less pollution, and slower population growth.

Conclusion

If every country made a commitment to population stabilization and resource conservation, the world would be better able to meet the challenges of sustainable development. Practicing sustainable development requires a combination of wise public investment, effective natural resource management, cleaner agricultural and industrial technologies, less pollution, and slower population growth.

Worries about a “population bomb” may have lessened as fertility rates have fallen, but the world’s population is projected to continue expanding until the middle of the century. Just when it stabilizes and thus the level at which it stabilizes will have a powerful effect on living standards and the global environment. As population size continues to reach levels never before experienced, and per capita consumption rises, the environment hangs in the balance.

Source : Don Hinrichsen and Bryant Robey

Rabu, 27 Mei 2009

Selamatkan Bumi Mulai Hari Ini !!!!!!

Tips-Tips Sederhana Menyelamatkan Bumi

Yakinkan bahwa penduduk bumi akan terus bertambah. Yakinkan pula sumber daya alam makin terus berkurang. Lalu, apa jadinya sekian puluh atau sekian ratus tahun kemudian? Mungkin semua sepakat, pada saat itu dunia makin tak nyaman sebagai tempat tinggal. Penduduk bumi makin beringas saling berebut kehidupan.

PEMANASAN bumi atau global warming terus menghantui manusia. Pasalnya perubahan iklim terus terjadi. Sebab itu, manusia kini giat melakukan gerakan penghijauan dengan menanam pohon dan stop pembalakan liar hutan-hutan.

Tidak perlu ikut menjadi aktivis Greenpeace atau apapun itu demi menjadi seorang pecinta lingkungan.

Di saat pemanasan global kian menggila, polusi merajalela, cuaca tak beraturan seperti sekarang, memang selayaknya setiap orang menjadi pecinta lingkungan.

Bagaimana caranya? Mudah saja. Berikut LiveScience memberi 10 tips melindungi bumi dari kehancuran. Semuanya adalah cara-cara sederhana yang dapat kita mulai dari hari ini. Apa saja itu?

1. Gunakan bola lampu jenis flurosen alias Fluorescent Lights (CFLs).

Lampu ini memang lebih mahal ketimbang lampu bohlam biasa. Tapi daya tahannya 10 kali lipat lebih lama dan yang pasti lebih hemat energi. Ini bukan iklan. Studi membuktikan bila lampu CFL menyerap energi 75 persen lebih sedikit daripada nola lampu kuning terang benderang biasa. Dalam setahun CFL mampu mengurangi produksi karbon dioksida hingga 500 pon. Ini setara dengan polusi yang dihasilkan 17 mobil di jalan raya selama satu tahun!

2. Hemat listrik di rumah.

Petuah klasik yang tak pernah ketinggalan zaman. Justru kian lama petuah ini kian dibutuhkan realisasinya, bukan sekadar teori. Padamkan lampu di siang hari. Matikan AC saat ruangan tak dihuni. Asal tahu saja rata-rata setiap rumah menghasilkan emisi gas rumah kaca dua kali lipat dari yang diproduksi sebuah mobil. Jadi jangan karena tidak mengeluarkan asap hitam dari knalpot mobil Anda maka Anda sudah merasa sebagai pahlawan lingkungan.

3. Jangan Gunakan plastik.

Sebisa mungkin hindari pemakaian plastik. Tas plastik memang banyak dipakai pasar swalayan maupun tradisional dalam mengemas belanjaan. Ada baiknya kita membawa tas kain atau kertas sendiri dari rumah dan menolak dengan halus tas plastik dari penjual. Mengapa? Plastik bukan bahan yang dapat hancur dengan sendirinya di pembuangan sampah. Sejumlah kandungan dalam bahan tersebut justru merusak kesuburan hayati tanah.

4. Maksimalkan penggunaan komputer.

Memang di era kini sudah jarang orang berkirim surat melalui pos. Tapi jangan salah, masih banyak perkantoran maupun pribadi yang lebih suka menyimpan dokumen atau surat-surat secara tradisional, yakni dengan dicetak di atas kertas. Memang ada beberapa surat berharga yang tak bias tergantikan dengan surat elektronik. Namun selama sebuah dokumen dapat disimpan secara elektronik di komputer, usahakan lakukan itu. Asal tahu saja, kertas yang kita pakai telah sukses menggunduli hutan akibat perusahaan kertas telah menebang pohon-pohon sebagai bahan dasarnya.

5. Beli produk lokal.

Hentikan membeli produk pangan impor. Dengan mengonsumsi apa yang ada di dekat kita, maka kita berperan dalam mengurangi polusi dan pemborosan energi. Mengapa harus mengimpor daging sapi dari Australia jika sapi lokal tak kalah lezatnya. Bayangkan berapa energi dihasbiskan dan polusi dihasilkan dari sekadar mendatangkan sosis Eropa atau keju Belanda ke meja makan Anda. Sebagai informasi, anggur dari Napa Valley harus mengarungi jarak sejauh 2.143 mil demi berada di pasar swalayan Chicago .

6. Praktikan prinsip 3 R

Reduce, Reuse, Recycle. Kurangi konsumsi, gunakan kembali barang bekas yang masih bisa dimanfaatkan, dan daur ulang bahan tertentu. Mengucapkannya memang mudah, tapi tidak menjalankannya. Hanya sekali memulai, kita akan terbiasa.

7. Pelan-pelan singkirkan energi tak terbarukan.

Agak sulit memang jika tak didukung dengan ketersediaan produk dan infrastruktur. Tapi bukan berarti tak mungkin. Kalau ada pilihan dimana kita bias menikmati listrik dengan sumber sinar matahatri atau angin, mengapa tidak? Lebih bersih dan hemat energi.

8. Bunuh produk penghisap listrik

Tanpa disadari, kita terus menerus membeli dan mengngunakan produk yang menghamburkan energi. Televisi (TV) adalah salah satunya. Tanpa sadar sebuah keluarga kerap menyalakan TV tanpa henti 24 jam walau tidak ditonton. Begitu juga komputer, DVD player dan charger ponsel yang terus terhubung ke colokan listrik.

9. Kurangi pemakaian bahan kimia.

Bahan kimia bukanlah bahan alami. Seperti bahan buatan lainnya, bahan ini tak dapat lebur dengan sendirinya dan meninggalkan efek buruk pada kehidupan. Pestisida, obat nyamuk dan sejumlah bahan pembersih ruangan mengandung aneka komponen kimia yang tanpa sadar ikut kita hirup seumur hidup kita. Bahkan pangan sayur dan buah pun ikut membawanya ke dalam tubuh kita. Cara mengatasinya? Maksimalkan konsumsi bahan-bahan alami, termasuk sayuran organik.

10. Hijaukan rumah Anda!

Banyak di antara kita yang mengaku cinta lingkungan, cinta penghijauan, namun faktanya nyaris tak pernah menanam apapun di halaman rumahnya. Oke jika Anda tak punya halaman rumah. Setidaknya usahakan Anda memberi kesempatan bagi tumbuhan untuk hidup di sekitar. Tanaman gantung atau hidroponik cukup membantu bagi Anda yang tinggal di apartemen, rumah susun atau kos.

Kamis, 14 Mei 2009

EKONOMI ISLAM DENGAN EKONOMI KONVENSIONAL


Membandingkan antara Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

Pengantar

Secara asasnya, ekonomi Islam adalah = perniagaan + zakat - riba’. Ia disebut jelas dalam Al-Quran:

“Allah menghalalkan perniagan dan mengharamkan riba’. (Al-Baqarah : 275)

Bila disebut riba’ maka ketahuilah ada 2 jenis riba’., yaitu riba’ an-Nasi’ah / jahiliyyah dan juga riba’ al-fadl.

Namun, apa yang berlaku hari ini adalah riba’ jahiliyyah menguasai ekonomi dunia menerusi dana-dana pemodal yang menguasai institusi keuaangan dan perbankan. Sedangkan asas ekonomi Islam tidaklah begitu.

Namun, membangun ekonomi Islam dengan cara membangun sistem ekonomi yang telah dimiliki ekonomi ortodok merupakan dampak tersanderanya logika ekonomi Islam untuk mengikuti pola perkembangan ekonomi ortodok di berbagai aspek. Padahal ekonomi Islam dan ekonomi ortodok tidak bisa diperbandingkan karena kedua memiliki perbedaaan dasar. Oleh karena itu ekonomi Islam tidak bisa mengikuti pola perkembangan ekonomi ortodok. Adapun perbedaan yang mendasar antara ekonomi Islam dan ekonomi ortodok adalah sebagai berikut:

Sumber hukum yang berbeda

Sumber hukum ekonomi Islam adalah al quran dan al hadist. Al quran merupakan wahyu Allah yang diturunkan melalui Jibril kepada Muhammad SAW untuk disampaikan pada manusia. Hadist merupakan ucapan dan tindakan Rasulullah sebagai manusia pilihan Allah untuk menjadi utusannya. Al quran dan al hadist memiliki nilai universal yang tidak hanya berisikan kaidah ekonomi namun segenap dimensi kehidupan manusia, tidak saja menjelaskan kehidupan di masa Rasulullah SAW tetapi juga menjelaskan kehidupan sebelum dan sesudah kehidupan manusia di dunia.

Ilmu ekonomi ortodok yang tidak di dasarkan atas wahyu lebih banyak mengunakan konteks masalah dimana pemikiran ekonomi tersebut hidup. Mereka mengunakan teori yang berasal dari asumsi-asumsi yang dibangun oleh sejarah pada waktu teori tersebut ditemukan. Maka karakter pemikiran-pemikiran ekonomi ortodok sangat dipengaruhi oleh latar beakang kehidupan mereka, seperti the Wealth of Nation yang disusun Adam Smith menunjukan pengaruh filsafat hukum kodrat dalam pemikirannya. [4] Demikian juga pengaruh latar belakang birokrasi yang mempengaruhi John M Keynes dalam menyusun bukunya the General Theory, demikian juga dengan pemikiran ekonomi ortodok yang lain yang menjadi sumber hukum ekonomi lainnya.

Pemikiran ekonom-ekonom Barat—demikian juga dengan ekonomi Muslim— bias terhadap sejarah hidup mereka. Maka untuk menjadi dari sumber hukum ekonomi secara umum karena ilmu ekonomi cenderung berkembang dari waktu ke waktu sehingga dibutuhkan sumber hukum yang mampu mengakomodasi berbagai perubahan-perubahan tersebut. Al quran sebagai wahyu Allah SWT sebagai sumber hukum ekonomi karena Allah SWT pemilik kebenaran dari segala kemungkinan kecenderunga atas semua perbuatan manusia.

Lahir pada waktu yang berbeda.

Ekonomi Islam lahir sejak Rasulullah SAW (569-632) menyebarkan ajaran Islam pada masyarakat Mekah dan Madinah,[5] kemudian di lanjutkan oleh khulafaurashidin yang membangun pemerintahan selama 29 tahun, dari 632 sampai 661 masehi. Seterusnya di lanjutkan oleh bani Umayah dari tahun 661 sampai 750, muncul ekonomi Zayd bin Ali (738). Di masa bani Abbasiyah dari 7 tahun, dari 750 sampai 1258 masehi muncul ekonomi muslim seperti Abu Hanifah (767); Al-Awza’I (774), Imam Malik (Madinah:796) ; Abu Yusuf (798); Muhammad bin Hasan al-Shaibani (804) dan sebagainya. Akhirnya pada abad 11 muncul ekonom muslim yang cukup populer seperti, ibnu Khaldum (1040) Al Ghazali (1111) sampai Shah Waliullah (1762).[6]

Melalui transformasi pengetahuan akhirnya pengetahuan Islam bisa masuk ke Barat lewat Spanyol, Andalusia, Sisillia.[7] Perkembangan pemikiran ekonomi Barat mulai tumbuh pada abad 12 yang dimulai munculnya pemikiran ekonomi paham Scholastik (12-15) dengan tokohnya Thomas Aquinas. Dimana pada saat itu pusat pengetahuan ada di kalangan pendeta sebagai pemegang legitimasi pengetahuan. Merkantilis (1500-1770) dengan tokohnya Thomas Mun, Malynes, Davenant, Colbert dan Petty. Psiokratis (1756-1776) dengan tokohnya Quesnay dan Turgot. Kemudian disusul dengan ekonom klasik Adam Smith (1776) Krisis ekonomi pada 1930 memicu perubahan dunia akan pemikiran ekonomi klasik dengan munculnya. JM Keynes melalui General Theory of Employment, Interets and Money (1936) sebagai antitesis dari pemikiran Adam Smith yang pro pasar Seterusnya muncul varian-varian baru dalam pemikiran ekonomi sebagai kritik atas keberadaan ekonomi mainstrem [8]

Kemunculan ekonomi Islam bukan karena ekonomi ortodok, karena sejarah membuktikan bahwa kemunculan ekonomi Islam sejak Rasulullah SAW hidup. Ekonomi Islam merupakan bagian integral ajaran Islam, bukan dampak dari sebuah keadaan yang memaksa kemunculannya, jadi bukan karena ekonomi ortodok yang memaksa kehadiran ekonomi Islam.

Kemajuan yang berbeda

Kemajuan ekononomi Islam sudah ada sejak Rasulullah SAW memimpin umat Islam, demikian juga di masa khulafaurahidin. Di masa Abbasiyah puncak kejayaan Islam pada masa Umar bin Abdul Aziz atau Umar II (717-720). Di masa Umayah kejayaan berada pada masa Harun al Rasyid (786-809). Kemajuan pada periode pemerintah yang berbeda tersebut dibuktikan dengan ditemukan beberapa penemuan baru dibidang intelektual, budaya dan perdagangan yang dicapai di seluruh ranah Islam pada tahun 800 hingga 1600. Kemajuan Islam mengubah kota Damaskus, Baghdad , Kairo, dan Kordoba menjadi kota utama pengetahuan dan perdagangan. [9]

Penemuan teknologi pada abad pertengahan karena kebutuhan umat, seperti ditemukan kompas, teropong, kertas dan lain sebagainya. Penemuan-penemuan ini dilandasi usaha untuk menjawab berbagai masalah yang masyarakat hadapi pada jamannya. Kompas ditemukan karena kebutuhan untuk menunjuk arah ketika umat Islam menyeberangi lautan untuk berniaga atau meluaskan wilayahnya. Teropong untuk melihat bulan untuk menentukan akhir bulan Ramadhan. Kertas ditemukan karena kebutuhan dalam pencatatan transaksi dalam perniagaan Demikian juga ditemukannya alat-alat modern yang lain disebabkan oleh usaha untuk untuk mendapatkan solusi dari banyaknya masalah-masalah kehidupan yang umat Islam alami pada jamannya.

Demikian pula tumbuhnya pemikiran ekonomi pada masa Rasulullah SAW, khulafaurahidin, masa kekhalifaha sebagai upaya menjawab persoalan-persoan ekonomi yang ada di jamannya. Kecenderungan ada pengaruh latar-belakang kehidupan dalam teori-teori ekonomi pada ekonom Muslim nampak dari karya-karya yang di kemukakan. Pengaruh tersebut berupa pengaruh pemikiran, pengaruh geografi, dan pengaruh jabatan/pekerjaan menjadi bagian penting dalam merumuskan pemikiran-pemikiran ekonomi yang mereka pahami.[10]

Berbagai pemikiran ekonomi dan penemuan teknologi oleh umat Islam terutama pada abad pertengahan bukan dikarenakan ekonomi ortodok, yang menimbulkan sikap untuk menyaingi dan mengungguli ekonomi ortodok yang memang belum ada pada masa itu. Kemajuan Islam dengan ditemukan pemikiran dan teknologi pada abad pertengahan dikarenakan kebutuhan masyarakat akan perlunya teknologi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tumbuhnya ekonomi Islam bukan karena adanya ekonomi ortodok tetapi karena kebutuhan umat manusia.

Makna istilah yang berbeda

Islam memiliki definisi, makna dan ukuran yang berbeda dengan ekonomi ortodok Islamisasi bisa dilakukan bila umat Islam melepaskan diri berbagai unsur selain yang berhubungan dengan Islam. Islamisasi di lakukan dalam usaha menemukan kembali definisi, makan dan ukuran sesuatu unsur, komponen, obyek menurut Islam Oleh karenanya Islamisasi menurut Naquib (1978) adalah liberation of man first from magical, mythological, animistic, national-cultural tradition (opposed to Islam), and then from secular control over his reason and language. [11] Dengan bahasa lain Islamisasi adalah usaha untuk melepaskan dari berbagai pemahaman manusia yang didasarkan interpretasi ideologi sekular; dan dari makna dan ekspresi sekuler. [12]

Istilah-istilah ekonomi dalam ekonomi Islam memiliki definisi, makna, dan ukuran berbeda dengan ekonomi ortodok. Selama istilah-istilah ekonomi Islam dan ekonomi ortodok definisi, makna dan ukurannya sama maka syarat untuk melakukan Islamisasi dalam bidang ekonomi menemui kegagalan. Ekonomi ortodok menguasai ekonomi dunia, maka istilah-itilah ekonomi termanipulasi oleh pemaknaan ekonomi ortodok yang cenderung mengandung sifat rasionalis, individualis dan keseimbangan. Selama pengunaan istilah ekonomi dikuasai peristilahan ekonomi ortodok maka logika ekonomi Islam akan dikuasai oleh ekonomi ortodok.

Walaupun belum tentu istilah ekonomi dalam ekonomi Islam dan ekonomi ortodok berbeda namun harus dimaklumi bahwa ada berbedaan definis, makna, dan ukuran pasti ada. Seperti makna dalam istilah kemajuan, kesejahteraan, pertumbuhan, pengangguran, kemiskinan, bahkan tidak menutup kemungkinan istilah-istilah yang berkaitan masih dipengaruhi mengunakan definisi, makna dan ukuran ekonomi ortodok. Bila istilah ekonomi yang di gunakan ekonomi Islam sama dengan ekonomi ortodok makna ekonomi Islam bukan hanya secara filosofi ekonomi Islam sulit dibedakan dengan ekonomi ortodok tetapi juga secara teknis.

Akhir kata, ekonomi Islam dan ekonomi konvensional tidak bisa dibandingkan karena berbedaan sumber hukum, sejarah, kemajuan dan istilah. Usaha membandingkan sama maknanya mempersamakan keduanya objek yang jelas dalam posisi yang berbeda. Tidak mungkin membandingkan dengan objektif sesuatu yang sudah jelas berbeda. Artinya objektifitas tidak akan kita dapatkan dalam membandingkan ekonomi Islam dengan ekonomi ortodok karena kita membandingkan dua objek yang jelas tidak sama.

SUMBER :

Rabu, 13 Mei 2009

BASED LEARNING (PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH)


Pembelajaran berbasis masalah (Based Learning) , merupakan salah satu cara belajar yang efektif sehingga mahasiswa/siswa bisa benar-benar mendapatkan gambaran tentang apa yang dipelajari tanpa harus merasa bosan dibandingkan mereka harus mendengarkan teori dan teori penuh dari dosen di dalam kelas. Dengan pembelajaran berbasis masalah, mahasiswa akan terbiasa menemukan masalah, menganalisisnya, dan kemudian menemukan penyelesaian dari masalah tersebut sehingga ke depannya ketika suatu saat mereka menghadapi masalah yang sama, mereka bisa menghadapi dan menyelesaikan masalah dengan mudah.

A. Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning atau PBL) baru muncul akhir abad ke 20, tepatnya dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980). Model ini muncul sebagai hasil penelitian mereka terhadap kemampuan bernalar mahasiswa kedokteran di McMaster Medical School di Kanada. PBL juga diteliti oleh de Goeij et.al. (1987) di universitas Limburg Belanda dan telah menghasilkan kurikulum berbasis masalah dengan beberapa karakteristik yang menarik di antaranya:
1. dalam 6 minggu pertama dilakukan pembelajaran tematik yang disusun multidisiplin;
2. materi program tersebut bersifat koheren dan memiliki struktur yang komprehensif;
3. program mengandung sifat yang berulang;
4. Selama 4 tahun ada peningkatan kesulitan secara bertahap dari mudah ke yang lebih sulit.
Pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan pembelajaran melalui metode pemecahan masalah (problem solving). Problem solving menuntut mahasiswa secara individual mencari jawaban dari serangkaian pertanyaan berdasarkan informasi yang diberikan dosen. Dipihak lain PBL mengarahkan mahasiswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencari situasi masalah dan melalui pencarian ini diharapkan dapat menguji kesenjangan antara pengetahuan dan keterampilan mereka untuk menentukan informasi mana yang perlu mereka peroleh untuk menyelesaikan dan mengelola situasi yang ada.

Beberapa karakteristik PBL (Barrows and Tamblyn,1980) di antaranya yaitu:
1. kompleks, dalam mengorganisasikan focus pembelajaran tidak ada satu
jawaban yang “benar” seperti keadaan nyata dalam kehidupan.
2. mahasiswa bekerja dalam kelompok-kelompok dalam memecahkan masalah,
3. mengidentifikasi kesenjangan dalam pembelajaran, dan mengembangkan
pemecahan yang mungkin.
4. mahasiswa mengumpulkan informasi baru melalui pembelajaran yang
diarahkannya sendiri (self-directed learning). dosen hanya berperan sebagai fasilitator.
5. permasalahan diarahkan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah dalam profesinya.

Dalam rangka memperluas tema, PBL memiliki delapan karakteristik tambahan yaitu:
1. mengakui dasar pengalaman mahasiswa;
2. menekankan pada pertanggungjawaban mahasiswa sendiri terhadap pembelajaran mereka;
3. bersifat lintas disiplin;
4. memadukan teori dan praktek;
5. lebih berfokus pada perolehan proses daripada hasil;
6. perubahan peran dosen dari instruktur menjadi fasilitator;
7. perubahan pola asesmen dari asesmen dosen (tutor’s assessment) menjadi asesmen sendiri (self-assessment) dan asesmen rekan sebaya (peer assessment);
8. berfokus pada keterampilan berkomunikasi interpersonal yang memungkinkan mahasiswa saling menghubungkan pengetahuan yang mereka miliki, yang selanjutnya dapat membekali kemampuan untuk
selalu meningkatkan diri dalam bidang profesinya kelak (Boud, 1985 dalam Baden and Major, 2003).
Menurut Entwistle (1981) PBL selain melaksanakan deep approach dan surface approach, juga memiliki strategic approach yaitu menekankan perolehan nilai tertinggi, mengatur waktu dan membagikan upaya agar dihasilkan efek terbaik, menjamin kondisi dan materi yang mencukupi untuk dipelajari, menggunakan bahan ujian sebelumnya untuk meramalkan pertanyaan-pertanyaan, dan waspada terhadap petunjuk penilaian.

B. Beberapa Pendekatan Program Based Learning

Ada beberapa keunggulan PBL yang ditemukan yaitu dapat memperluas tema, menggunakan pendekatan yang beragam, memperluas filosofis, serta akhir pembelajarannya berujung terbuka.
PBL dapat menggunakan pendekatan yang beragam diantaranya dapat berupa:
1. ‘kasus’ berbasis kuliah, yang pada awalnya memberikan informasi kepada
2. mahasiswa melalui perkuliahan, dan ‘kasus’ digunakan untuk mendemonstrasikan informasi tersebut;
3. perkuliahan berbasis ‘kasus’, yang memulai perkuliahan dengan memberikan kasus yang relevan dengan materi yang akan dibahas terlebih dahulu;
4. metode ‘kasus’, yang memberikan ‘kasus’ yang lengkap kepada mahasiswa untuk diteliti dan dipersiapkan bahan diskusinya pada perkuliahan berikutnya;
5. berbasis ‘kasus’ yang dimodifikasi, ketika mahasiswa harus mempresentasikan beberapa informasi dan diminta untuk menentukan dalam bentuk tindakan atau keputusan yang mereka buat;
6. berbasis masalah, ketika mahasiswa bertemu dengan klien dalam bentuk simulasi yang memungkinkan terjadinya inkuiri bebas;
7. berbasis masalah dengan ruang lingkup tertentu (perluasan ‘kasus’), yang merupakan perluasan metode berbasis masalah dan mahasiswa diminta untuk mempertimbangkan sumber yang mereka gunakan dalam pemecahan masalah untuk mengevaluasi cara mereka berpikir secara lebih efektif melalui masalah.


C. Bidang dan Efek Pembelajaran Based Learning

Sebagai perluasan filosofis maka PBL mencakup tiga bidang yang luas, yaitu:
1. menggunakan organisasi kurikulum disekitar masalah, karena itu lebih bersifat kurikulum terintegrasi dan menekankan pada keterampilan kognitif;
2. kondisi yang difasilitasi oleh PBL berupa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, tutorial, dan belajar aktif;
3. hasil belajar yang difasilitasi oleh PBL berupa pengembangan keterampilan dan motivasi, seiring dengan pengembangan kemampuan belajar sepanjang hayat. Karena PBL lebih memfasilitasi inkuiri terbuka, maka pembelajaran ini berujung terbuka pula.
Hal ini disebabkan beragamnya kemungkinan melaksanakan PBL dengan membentuk perpaduan dan saling keterkaitan secara bebas antara PBL dengan project-based learning, problem-solving learning, action and work-based learning. Ada 8 modus kurikulum dalam pelaksanaan PBL, yaitu single module approach, PBL on a shoestring, the funnel approach, the foundational approach, the two-strand approach, patchwork PBL, the integrated approach, the complexity model.

Efek kognitif pada Pembelajaran berbasis masalah
Kecakapan dan struktur pengetahuan di PBL adalah gagasan untuk bekerja pada efek kognitif berikut:
1. Analisis awal masalah dan aktifasi pengetahuan utama di kelompok diskusi kecil
2. Perluasan pengetahuan dasar dan memproses informasi baru secara aktif.
3. Mestruktur kembali pengetahuan, konstruksi jaringan semantik
4. Konstruksi pengetahuan sosial
5. Pembelajaran pada inti masalah
6. Rangsangan atau pendorong keingintahuan sehubungan dengan presentasi masalah yang relevan.