Senin, 08 Juni 2009

URGENSI MEMAHAMI HAKIKAT MANUSIA

A. Pengertian Manusia

Secara factual, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia. Dengan pendidikan, diharapkan manusia dapat meningkat dan berkembang seluruh atau bakat alamiahnya sehingga menjadi manusia yang relative lebih baik, lebih berbudaya dan lebih manusiawi. Agar kegiatan pendidikan lebih terarah sehingga nantinya dapat berdaya guna dan berhasil guna maka diperlukan pemahaman yang reltif utuh dan komprehesif tentang hakekat manusia.

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang pandai bertanya, bahkan ia mempertanyakan dirinya sendiri, keberadaannya dan dunia seluruhnya. Banyak sekali definisi tentang manusia, itu membuktikan bahwa manusia adalah makhluk multi dimensional, manusia memiliki banyak wajah. Pemikiran tentang manusia memiliki banyak pola pemikiran, yakni pola pemikiran biologis, pola pemikiran psikologis, pola pemikiran social budaya, dan pola pemikiran teologis.

1. Manusia menurut pola pemikiran biologis
Menurut pola pemikiran ini, manusia dan kemampuan kreatifnya dikaji dari struktur fisiologisnya. Portmann yang berpendapat bahwa kehidupan manusia merupakan sesuatu yang bersifat sui generis meskipun terdapat kesamaan –kesamaan tertentu dengan binatang. Dia menekankan aktifitas manusiayang khas yakni bahasanya, posisi vertical tubuhnya, dan ritme pertumbuhannya. Semua sifat ini timbul dari kerja sama antara proses keturunan dan proses social budaya. Menurut pola ini, manusia dipahami dari sisi internalitas, yaitu manusia sebagai pusat kegiatan intern yang menggunakan bentuk lahiriah tubuhnya untuk mengekspresikan diri dalam komunikasi dengan sesamanya.

2. Manusia menurut pola psikologis
Kekhasan pola ini adalah perpaduan antara metode-metode psikologis eksperimental dan suatu pendekatan filosofis tertentu, misalnya fenomenologi. Tokoh-tokoh yang berpengaruh besar pada pola ini antara lain Ludwig Binswanger, Erwin Straus dan Erich Fromm. Dari ketiga pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa Freud dengan pandangan psikoanalisisnya lebih menekankan pada faktor internal manusia, sementara pandangan behaviorisme lebih menekankan faktor eksternal. Seangkan pandangan psikologi humanistic lebih menekankan kemampuan manusia untuk mengarahkan dirinya, baik karena pengaruh eksternal ataupun internal. Hal ini menunjukkan manusia tidak serta merta atau otomatis melakukan suatu tindakan berdsarkan desakan faktor internal, karena desakan faktor internal saja bisa ditangguhkan pelaksanaannya. Begitu juga manusia tidak serta merta melakukan tindakan karena mendapatkan rangsangan dari luar (eksternal). Manusia dapat mengabaikannya, bahkan dia dapat memutuskan sesuatu yang berbeda dengan desakan faktor eksternal.

3. Manusia menurut pola pemikiran social-budaya
Manusia menurut pola pemikiran ini tampil dala dimensi social budaya dan kebudayaannya, dalam hubungannya dengan kemampuannya untuk membentuk sejarah. Menurut pola ini , kodrat manusia tidak hanya mengenal satu bentuk yang uniform melainkan berbagai bentuk. Menurut Erich Rothacker, meskipun orang menciptakan dan mengembangkan lingkup kebudayaan nasionalnya, kemungkinan-kemungkinan pelaksanaan dan pengembangannya sudah ditentukan, karena semuanya itu sudah terkandung dalam warisan ras. Tokoh lain yang berpendapat yaitu Ernst Cassirer, dia berpendapat bahwa manusia adalah animal symbolicum yakni makhluk yang pandai membuat, memahami dan menggunakan symbol. Ia juga berpendapat bahwa cirri utama manusia bukanlah kodrat fisik atau kodrat metafisiknya, melainkan karyanya. Karyanyalah, sistem-sistem kegiatan manusiawilah yang menentukan dan membatasi manusia.

4. Manusia menurut pola pemikiran religious
Pola pemikiran ini bertolak dari pandangan manusia sebagai homo religious. Salah satu tokohnya adalah Mircea Eliade, Eliade mempertentangkan antara homo religious dengan homo non-religiosus, yaitu manusia yang tidak beragama, manusia modern yang hidup di alam yang sudah didekralisasikan, bulat-bulat ilmiah, apa adanya, yang dirasa atau yang dialami tanpa sakralitas. Bagi manusia yang tidak religious, kehidupan ini tidak sacral lagi, melainkan profane saja. Manusia adalah makhluk yang serba butuh hal-hal yang fisik dan rohani. Adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut menunjukkan manusia adalah makhluk yang belum selesai, artinya untuk memenuhi segala kebutuhannya ia harus bekerja dan berkarya.

B. Wujud Sifat Hakekat Manusia

Menurut kaum eksistensial, wujud sifat hakekat manusia meliputi :

1. Kemampuan menyadari diri, yakni bahwa manusia itu berbeda dengan makhluk lain, karena manusia mampu mengambil jarak dengan objeknya termasuk mengambil jarak terhadap dirinya sendiri.
2. Kemampuan bereksistensi, yaitu dengan kemampuan mengambil jarak dengan objeknya berate manusia mampu menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya.
3. Kata hati, adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik dan buruk bagi manusia sebagai manusia.
4. Tanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung akibat dari perbuatan yang menuntut jawab.
5. Rasa kebebasan, adalah perasaan yang dimiliki oleh manusia untuk tidak terikat oleh sesuatu selain terikat sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Manusia bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodratnya sebagai manusia.
6. Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang muncul sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk sosial. Keduanya tidak dapat dilepaskan satu sama lain, karena yang satu mengandalkan yang lain.
7. Kemampuan menghayati kebahagiaan, bahwa kebahagiaan manusia itu tidak terletak pada keadaannya sendiri secara faktual, atau pada rangkaian prosesnya, maupun pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi terletak pada kesanggupannya menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa dan mendudukkan hal tersebut dalam rangkaian atau ikatan tiga hal, yaitu usaha, norma, dan takdir.

C. Unsur-Unsur Hakekat Manusia

Manusia menurut Notonagoro adalah makhluk monopluralis, maksudnya makhluk yang memiliki banyak unsure kodrat (plural), tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Jadi, manusia terdiri dari banyak unsur kodrat yang merupakan satu kesatuan utuh. Dilihat dari sifat kodratnya, manusia juga sebagai makhluk monodualis, yakni terdiri dari unsur individual dan unsur social (dualis), tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh (mono).

D. Dimensi-Dimensi Kemanusiaan

Manusia adalah makhluk berdimensi banyak, yakin di antaranya :

1. Dimensi Keindividualan
Bahwa setiap individu memiliki keunikan. Tidak ada individu yang identik dengan orang lain di dunia ini. Karena adanya individualitas ini maka setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.
2. Dimensi Kesosialan
Bahwa setiap manusia dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk hidup bersama dengan orang lain. Manusia dilahirkan memiliki potensi sebagai makhluk social. Sebagai makhluk social, manusia saling berinteraksi.
3. Dimensi Kesusilaan
Manusia ketika dilahirkan bukan hanya dikaruniai potensi individualitas dan sosialitas, melainkan juga potensi moralitas atau kesusilaan. Maksudnya bahwa dalam diri manusia ada kemampuan untuk berbuat kebaikan.
4. Dimensi Keberagamaan
Pada dasarnya manusia adalah makhluk religious yang sadar dan meyakini akan adanya kekuatan supranatural di luar dirinya, sebutan itu salah satu di antaranya adalah Tuhan. Sebagai orang yang beragama, manusia meyakini bahwa Tuhan telah mewahyukan kepada manusia pilihan yang disebut Rosul. Yang dengan wahyu Tuhan tersebut, manusia dibimbing kea rah yang lebih baik, lebih sempurna dan lebih bertaqwa.
5. Dimensi Kesejarahan
Manusia tidak identik dengan sebuah organism yang kehidupannya lebih dari sekedar peristiwa biologis semata. Keunikan hidup manusia ini tercermin dala keunikan setiap biografi dan sejarah. Dimensi kesejarahan ini bertolal dari pandangan bahwa manusia adalah makhluk historis, makhluk yang mampu menghayati hidup di masa lampau, masa kini, dan mampu membuat rencana-rencana di masa yang akan dating. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang menyejarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar